Rumah disita bank bisa disebabkan karena pihak peminjam mengalami gagal bayar. Jika ini terjadi, isi hunian milik siapa?
Menggadaikan rumah merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan dana segar dari bank. Ketika melakukan pinjaman dana dari bank, ini tak terlepas dari kontrak hitam di atas putih. Artinya, para pemilik rumah yang menggadaikan properti kepada bank secara tidak langsung telah menyetujui segala persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun syarat tersebut yakni melakukan angsuran selama jangka waktu tertentu.
Namun dalam beberapa kasus, penggadai tidak mampu melakukan cicilan rumah di kemudian hari alias mengalami gagal bayar. Ketika ini terjadi, rumah yang menjadi hal tanggungan berisiko disita oleh pihak bank. Lalu ketika rumah disita bank, perabotan atau isi dari hunian milik siapa? Simak jawabannya di sini!
Hukum Penyitaan Rumah oleh Bank
Penyitaan terhadap rumah dan properti oleh pihak bank sejatinya telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah Pasal 1 Angka 1. Adapun bunyi dari pasal tersebut yakni:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Berdasarkan bunyi tersebut dapat diterangkan dengan jelas bahwa hak tanggungan berupa tanah dapat dijadikan sebagai bentuk pelunasan utang. Disertai dengan benda-benda lain yang menjadi kesatuan dengannya ataupun tidak.
Apa Penyebab Rumah Disita Bank?
Sebagai pihak kreditur atau pemberi pinjaman, bank memiliki hak untuk menyita atau melelang aset yang diagunkan oleh debitur. Dalam prosesnya, rumah yang dijadikan sebagai objek kredit akan disita atau dilelang oleh pihak bank. Penting untuk diketahui bahwa sebelum melakukan akad kredit, pihak kreditur dan debitur tentunya sudah menyetujui segala aturan yang tertera pada perjanjian.
Dalam hal ini, sang pemilik akan memberikan sertifikat tanah dan bangunan untuk mendapatkan dana dari bank. Kemudian dari pihak bank memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan terhadap agunan jika pihak debitur gagal dalam menjalankan kewajibannya.
Rumah yang akan disita dan dilelang oleh pihak bank adalah rumah berstatus kredit macet karena pemilik rumah tidak mampu melakukan cicilan sesuai dengan perjanjian. Sehingga, terdapat risiko rumah beserta tanahnya diambil alih oleh pihak bank untuk dilelang. Hasilnya, akan digunakan untuk melunasi utang yang masih belum terbayarkan. Hal tersebut pun telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 yang berkaitan dengan tanah Pasal 6.
“Apabila debitor cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Jangka Waktu Tunggakan Rumah Sebelum Dilelang Bank
Sebelum rumah memegang status kredit macet, ada sejumlah prosedur yang harus dilalui. Melansir laman Justika.com, biasanya hal tersebut terjadi dalam kurun waktu 3 bulan sejak tunggakan terjadi.
Pihak bank akan memberikan Surat Peringatan (SP) kepada pemilik rumah sebanyak 3 kali, masing-masing SP berjarak 1-3 minggu. Jika setelah SP3 diberikan tidak ada tanggapan maupun penyelesaian dari pihak peminjam, maka pihak bank pun akan melakukan penyitaan.
Agar rumah tidak disita oleh bank, sangat disarankan untuk menanggapi surat peringatan dari bank dan mencari solusi untuk menyelesaikan masalah secara bersama.
Kepemilikan Isi Rumah yang Disita Bank
Isi rumah yang disita oleh bank telah dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 4 UU Hak Tanggungan.
“Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.”
Terkait dengan benda yang menjadi kesatuan dengan tanah, J.Satrio dalam bukunya yang berjudul “Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan” memberikan penjelasan. Menurutnya, benda-benda tersebut harus bersatu erat dengan tanah. Misalnya saja, seperti mesin-mesin yang diberi pondasi semen, sehingga menyatu dengan tanah.
Sementara untuk pot bunga atau sepeda tidak dapat dikatakan menyatu dengan tanah dan tidak masuk ke dalam Hak Tanggungan. Pada kasus benda-benda apa saja yang dapat diambil alih oleh bank, Property People harus melihat perjanjian Hak Tanggungan itu sendiri. Namun pada umumnya, objek jaminan dalam Hak Tanggungan berupa tanah dan bangunan. Bagaimana dengan isi rumahnya?
Apabila tanah dan bangunan dijadikan sebagai objek jaminan, pihak bank dapat mengeksekusinya. Akan tetapi, bank tidak boleh ikut menyita isi rumah yang berada di dalam bangunan, karena isi rumah tidak termasuk ke dalam benda yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan.
***
Itulah informasi dasar hukum rumah disita bank yang wajib diketahui. Baca juga ulasan menarik seputar hukum dan properti hanya di grahapermatagroup.com.