Perbedaan buku tanah dan sertifikat tanah sangat penting untuk diperhatikan karena keduanya adalah dokumen dalam proses pendaftaran tanah. Lantas, apa saja perbedaannya?
Sobat Graha, banyak orang yang mengira kalau buku tanah dan sertifikat tanah adalah dokumen yang sama. Padahal, jika kamu pahami dengan baik, kedua dokumen itu ternyata berbeda, lo. Memahami perbedaan kedua dokumen ini sangat penting terutama untuk pendaftaran tanah. Keduanya merupakan legalitas resmi yang memiliki dasar hukum yang jelas.
Oleh karena itu, simak perbedaan buku tanah dan sertifikat tanah di bawah ini, ya!
Apa Itu Buku Tanah dan Sertifikat Tanah?
Sebelum membahas perbedaannya, ada baiknya kamu mengetahui apa itu buku tanah dan sertifikat tanah. Pengertian keduanya tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pada pasal 1 ayat 19 tercantum bahwa:
“Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran yang sudah ada haknya.”
Sementara itu, dalam PP tersebut dijelaskan pula mengenai sertifikat tanah.
Pada pasal 1 ayat 20 dalam pasal yang sama, tertulis bahwa:
“Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”
Meskipun PP No. 24 Th 1997 statusnya sudah diubah dengan PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, hanya saja tidak ada perubahan dalam pengertian buku tanah dan sertifikat.
Perbedaan Buku Tanah dan Sertifikat Tanah
Jika dilihat dari kedua pengertian tersebut, tentunya kamu sudah tahu apa perbedaannya, kan? Dari PP itu, dapat disimpulkan bahwa buku tanah akan memuat data terkait tanah yang sudah ada haknya. Sementara itu, sertifikat tanah merupakan sebuah surat tanda bukti hak atas tanah yang telah dibukukan.
Perbedaan lain dari buku tanah dan sertifikat tanah terlihat dari tujuan penerbitannya. Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan yuridis yang terdaftar dalam buku tanah. Adapun buku tanah, tak bisa digunakan untuk kepentingan jual beli tanah sebab di dalamnya hanya berisi data-data yuridis.
Dari PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat disimpulkan perbedaan keduanya, yaitu. Perbedaan buku tanah dan sertifikat tanah
Buku Tanah:
- Dokumen yang berisikan data yuridis
- Dokumen yang memuat data fisik tanah yang sudah ada haknya
- Buku tanah bukan surat yang menunjukkan kepemilikan
- Buku tanah tak bisa digunakan sebagai bukti jual beli tanah
- Harus disimpan di Kantor Pertanahan
Sertifikat Tanah:
- Dokumen yang menyatakan kepemilikan tanah
- Sertifikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak
- Hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya
Buku Tanah dan Sertifikat dalam Pendaftaran Tanah
Berdasarkan penjelasan di atas maka sudah dapat dipahami bahwa kedua dokumen itu sudah jelas sangat berbeda. Hanya saja, keduanya tetap saling berkaitan terutama dalam proses pendaftaran tanah. Buku tanah dan sertifikat tanah adalah dokumen penting terkait dengan pendaftaran tanah. Lalu, apa itu pendaftaran tanah?
Penjelasan terkait hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 yang tertulis bahwa:
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pendaftaran tanah dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin kepastian hukum.
Terkait prosesnya, pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pendaftaran tanah meliputi:
- Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah
- Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
- Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
Proses yang satu ini tentu membutuhkan biaya, lalu bagaimana dengan rakyat yang tidak mampu? Dalam hal ini, pemerintah memberikan aturan bahwa rakyat tidak mampu akan dibebaskan dari biaya pendaftaran tanah.
Lalu, bagaimana ketentuan pembukuan dan penerbitan sertifikat?
Penjelasan mengenai pembukuan hak dan penerbitan sertifikat tanah ini tercantum dalam PP No. 24 Tahun 1997 pada Pasal 29 dan 31. Khusus pembahasan mengenai pembukuan tanah, tercantum dalam Pasal 29. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pembukuan hak memuat data yuridis dan fisik terkait hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, dan hak milik atas satuan rumah susun yang dicatat juga dalam surat ukur. Pembukuannya ini dilakukan berdasarkan alat bukti.
Bagaimana dengan penerbitan sertifikat?
Masih dalam PP yang sama, penjelasan mengenai penerbitan sertifikat tanah tercantum dengan jelas dalam Pasal 31. Dijelaskan bahwa sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang sesuai dengan data fisik dan yuridis dalam buku tanah. Apabila dalam buku tersebut terdapat catatan terkait data yuridis dan data fisik maka penerbitan sertifikat ini akan ditangguhkan sampai catatan tersebut dihapuskan.
Semoga penjelasan di atas bermanfaat untukmu, ya, Sobat Graha. Jangan lewatkan informasi seputar hukum properti lainnya hanya di www.grahapermatagroup.com.